Rabu, 06 Januari 2010

KOMERSIALISASI OLAHRAGA DI INDONESIA

Di era globalisasi seperti yang terjadi sekarang ini dimana segala aspek kehidupan sangat bergantung terhadap pendanaan demikian halnya dengan olahraga, dimana olahraga tidak hanya sebagai sarana prestatif dan penyaluran hobi saja. Akan tetapi olahraga memiliki nilai jual tersendiri yang mampu mengakomodir segala bentuk kebutuhannya. Tidak dapat dipungkiri akomodasi yang besar dan infrastruktur yang relatif mahal masih menjadi kendala utama untuk kemajuan olahraga Di Indonesia.
Organisasi olahraga prestasi -- Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) dan jajaran organisasi di bawahnya, dari pusat hingga daerah- merupakan organisasi nirlaba atau nonprofit. Artinya, organisasi yang tidak mencari keuntungan. Oleh karena itu, pembiayaan kegiatannya selalu bergantung kepada kucuran dana dari pemerintah, melalui APBN di tingkat pusat dan APBD di tingkat daerah.
Olah raga tidak dapat bergantung sepenuhnya pada pemerintah, untuk segala kebutuhannya. Jika hal itu terjadi, olah raga harus bersaing ketat dengan berbagai sektor pemerintahan yang lainnya, agar dapat memperoleh kucuran dana. Di saat keuangan pemerintah yang terbatas, maka pemerintah akan menggunakan "akuntabilitas", sebagai standar dalam mengatur pengeluaran pada setiap organisasi yang dibiayainya. Kompetisi untuk memperoleh dukungan dana akan sangat sulit, dengan kondisi keuangan pemerintah yang terbatas. Sementara itu, banyak bidang lain seperti pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan membutuhkan lebih banyak dukungan.
Pada masa lalu dan sampai saat ini, kendali keuangan olah raga berada sepenuhnya di tangan pemerintah, yang sekaligus juga memiliki kendali atas organisasi olah raga. Sifat kontrolnya, juga berupa kendali langsung maupun tidak langsung. Hal ini tak dapat dihindari sebagai sebuah realitas. Keadaan ini akan menjadi masalah saat terjadi perselisihan antara suatu organisasi olah raga dengan pemerintah, mengenai langkah terbaik yang akan diambil oleh organisasi olah raga tersebut.
Kadang kala, pemerintah dengan otoritasnya dan kekuasaannya mengambil keputusan kurang berpihak terhadap kemajuan dan pemerataan terhadap perkembangan olah raga. Misalnya, pada masa orde baru, dengan alasan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, penyelenggaraan Pekan Olah Raga Nasional (PON) selalu diselenggarakan di Jakarta. Kebijakan ini mengakibatkan pemerataan prestasi olah raga dan peran serta masyarakat untuk terlibat secara luas dalam kegiatan olah raga tidak merata, di seluruh wilayah tanah air. Walaupun sekarang kebijakan itu telah berubah, mungkin suatu saat nanti kebijakan politik dengan alasan tertentu akan membatasi kembali penyelenggaraan multieven itu jika olah raga tidak bisa mandiri dalam hal keuangan.
Contoh lain, projek yang gagal karena keuangan yang tidak mandiri adalah projek Garuda Emas (Gapai Rebut Uber Dapatkan Emas) yang dicanangkan tahun 1992. Projek ini menargetkan tahun 2002, prestasi olah raga Indonesia berada di "empat besar" Asia, sebelum direvisi pada tahun 1997 menjadi "enam besar" Asia tahun 2006, dan projek ini sampai sekarang keberadaannya tidak jelas.
Keputusan mengenai olah raga, seharusnya diputuskan oleh orang-orang yang berhubungan/bergerak di bidang olah raga, bukan oleh pemerintah atau organisasi lainnya. Hal ini bisa terjadi kalau organisasi olah raga itu dikelola secara profesional oleh orang-orang yang profesional di bidangnya, termasuk pengelolaan dibidang keuangan.
Selain itu, olah raga tidak dapat bergantung pada donasi cuma-cuma sebagai pendukung keuangannya. Hal ini hampir dipastikan tidak akan mencukupi dalam menopang biaya infrastuktur serta membiayai peningkatan kinerja organisasi dan prestasi olah raga. Oleh karena itu, organisasi olah raga harus mencari alternatif lain dalam pembiayaannya. Hal yang mungkin adalah melakukan kerja sama dengan dunia bisnis dan bidang komersial lainnya.
Istilah komersialisasi, secara populer digunakan dalam konotasi "jahat" merupakan sesuatu yang perlu dihindari dan berlawanan dengan semangat olah raga. Seperti juga hal-hal yang lainnya, sangat penting untuk memahami arti dari istilah komersialisasi. Seseorang tidak akan dapat memahami suatu isu/kondisi yang berkembang, jika ia tidak memahami konsep dasarnya.
Komersialisasi dalam konteks olah raga adalah suatu asosiasi antara penyelenggara olah raga, dengan perusahaan bisnis atau komersial lainnya, yang bertujuan untuk menghasilkan keuntungan pada kedua belah pihak.
Prinsipnya, yang pertama dan utama, komersialisasi ini merupakan suatu asosiasi, merupakan suatu tindakan yang sukarela dan disengaja oleh kedua belah pihak. Hal ini, merupakan suatu hubungan yang konsensual, sehingga tidak ada satu pihak pun yang merasa terpaksa. Aturan-aturan mengenai asosiasi ini, disepakati oleh kedua belah pihak dan haruslah memuaskan keduanya.
Yang kedua, hubungan ini tidaklah bersifat sosial, melainkan "komersial". Artinya, sang pemberi dana harus memperoleh manfaat yang seimbang dengan dana dan partisipasinya dalam kegiatan olah raga. Organisasi bisnis akan memberikan keuntungan, bagi pihak yang telah menginvestasikan modal atau saham dalam bisnis tersebut. Maka, para pengelola bisnis tidak dapat dengan bebas menggunakan keuangannya pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan kemajuan bisnis yang mereka kelola, dan selalu mengupayakan timbal balik dari setiap penggunaan sumber daya yang terpakai.
Olah raga memiliki banyak hal yang bernilai bisnis. Inilah penyebab banyak lahan bisnis yang bisa disiapkan untuk investor yang hendak menginvestasikan dana melalui olah raga. Mereka mau melakukannya karena percaya bahwa investasi tersebut akan menguntungkan.
Hubungan komersial yang penting, harus memberikan manfaat tersendiri bagi olah raga yaitu mendekatkan mereka dengan para pimpinan masyarakat dan pimpinan organisasi bisnis. Akhirnya, terbentuk jalinan kerja sama yang saling menguntungkan dengan dunia bisnis. Dalam rangka menjaga kepercayaan, organisasi olah raga harus mengembangkan rasa tanggung jawab finansial, perencanaan, pengalokasian dana, implementasi dari perencanaan finansial, dan disiplin diri.
Komersialisasi dalam olah raga di negara kita, masih merupakan hal yang langka. Hal ini, bukan berarti tidak bisa dilaksanakan. Mulai sekarang, organisasi olah raga harus merubah misi dan visi, tentang pembiayaan olah raga yang semula dari pemerintah beralih ke sektor non pemerintah atau swasta. Pendanaan olah raga harus melibatkan publik, sekaligus memberikan kesempatan untuk menciptakan kesadaran dan tanggung jawab publik akan nilai olah raga bagi kemajuan dan status bangsa dimata dunia internasional. Penulis memiliki keyakinan, dunia bisnis akan ikut serta dalam kegiatan olah raga karena hal ini akan menguntungkan bisnisnya dan sekaligus sebagai rasa tanggung jawab dalam memajukan prestasi olah raga demi kejayaan bangsa dan negara.

0 komentar:

Posting Komentar


CATATAN SI IPANK © 2008. Free Blogspot Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute
This template is Edited and brought to you by : allblogtools.com Blogger Templates